Pandangan Anand Krishna Tentang Kepahlawanan
On Desember 18, 2018 Blog Komentar Dinonaktifkan pada Pandangan Anand Krishna Tentang Kepahlawanan Tag:anand krishna, Meditasi Anand Krishna, Radio Anand KrishnaPandangan Anand Krishna Tentang Nilai-Nilai Kepahlawanan Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Anand Krishna tokoh spiritual humanis Indonesia yang juga merupakan penulis ratusan judul buku dengan tema meditasi, yoga, pemberdayaan diri, budaya dan spiritual kembali berbagi pengetahuan tentang nilai-nilai kepahlawanan dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam siaran talk show radio di Radio D FM pada tanggal 11 Nopember, 2009. Anand Krishna membahas tentang kepahlawanan dan bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai tersebut ke dalam kehidupansehari-hari.
Mari sama-sama kita dengarkan rekaman siaran talkshow radio tersebut, semoga apa yang beliau sampaikan bisa menjadi inspirasi bagi kita semua dalam menarapkan nilai-nilai kepahlawanan di dalam kehidupan sehari-hari.
Pahlawan adalah seseorang yang mempunyai kontribusi terhadap negara, masyarakat, terhadap dunia bahkan. Jadi, setiap orang bisa berkontribusi. Karena kini kita sudah merdeka, maka kini kita butuh pahlawan-pahlawan baru untuk jadi panutan-panutan dan itu bisa dari kalangan manapun juga bukan cuma harus dari politisi atau tentara saja.
Jadi, sesuai dengan topik saat ini yakni di setiap diri kita ada jiwa kepahlawanan.
Namun sekarang ini orang sulit mencari sosok pahlawan yang diharapkan. Pertama-tama kita harus mencari tau lebih dahulu diri seorang pahlawan itu seperti apa. Menurut saya, seorang yang mengabdikan diri, jiwa raganya atau dengan istilah mewakafkan dirinya sebelum ia meninggal demi kebaikan umat manusia, setidaknya bagi kebaikan negara dan tidak mementingkan kepentingan diri adalah seorang pahlawan.
Jadi, kriterianya adalah orang yang bisa menempatkan kepentingan umum melebihi kepentingan dirinya. Selama seseorang masih menjabat sebagai pejabat negara, maka kepentingan rumah tangganya harus dipinggirkan lebih dahulu. Dengan begitu ia akan menjadi pejabat yang baik, pelayan yang baik.
Bila tidak mau seperti itu, silakan saja menjadi pengusaha karena bila menjadi abdi negara maka kepentingan negara harus diatas dari kepentingan keluarga.
Mementingkan kepentingan umum melebihi kepentingan dirinya, Itulah ciri yang mendasar dari seorang pahlawan. Tanpa hal itu orang tidak bisa menjadi pahlawan, tapi bisa menjadi kontributor dalam pengertian yang lain dan bukan menjadi pahlawan dalam arti mengabdikan dirinya.
Ciri yang mendasar tadi bisa dijabarkan lebih lanjut. Seseorang yang menjadi pahlawan itu mengetahui apa yang menjadi kebutuhan bagi negaranya.
Yang dibutuhkan oleh negara ini sebetulnya adalah pendidikan. Masalah utama kita adalah pendidikan. Sehingga bila hal ini tidak kita atasi maka tidak ada gunanya bila kita melakukan yang lain.
Saya mendengar seseorang dari departemen pendidikan bahwa kita harus mendapatkan dana bantuan dari luar untuk menaikkan gaji para guru. Hal yang lucu sekali karena dana dari luar itu tidak ada yang gratis, kalaupun gratis ada pesan sponsornya.
Bila mana kita memberikan sumbangan kepada yatim piatu, itu bukan kepahlawanan karena memberikan bantuan itu merupakan kewajiban kita. Kepahlawanan itu harus melihat lebih jauh lagi, melihat dibaliknya. Melihat akar persoalan sehingga bisa mencari solusi.
Di dalam masyarakat, hal yang besar bisa kelihatan kecil namun dampaknya jauh ke depan. Contohnya adalah saya sebagai penulis. Seorang penulis bisa memberikan kontribusi yang luar biasa tetapi tujuan menulis itu untuk apa.
Bila seseorang menulis hanya karena memenuhi kebutuhan pasar saja, maka ia tidak bisa menjadi kontributor bagi masyarakat. Namun bila seseorang menulis sesuatu yang merupakan pendapatnya yang menurutnya dibutuhkan oleh negara, mungkin tulisannya itu sekarang tidak diapresiasi namun barangkali 50 tahun yang akan datang ada yang membaca tulisannya dan menjadi terinspirasi karenanya.
Seorang teman dokter yang sudah meninggal merupakan seorang dokter bedah syaraf yang luar biasa. Dengan ilmunya yang tertinggi dalam bidang kedokteran itu, ia memilih untuk bekerja di pedalaman.
Alasannya adalah karena di pedalaman, bila ada orang kena stroke kemudian lumpuh maka dibiarkan begitu saja padahal itu masih bisa diperbaiki kondisi hidupnya walaupun tidak bisa seperti orang normal. Dokter tersebut mengabdi di pedalaman untuk membantu orang-orang di sana.
Dokter tersebut bernama Dr. Bambang Setiawan berasal dari Semarang dan lulusan UGM. Beliau merupakan pahlawan bagi orang-orang di pedalaman yang ditolongnya. Meskipun tidak banyak dikenal orang kecuali teman-teman dokternya, tetapi ia merupakan sosok yang luar biasa.
Di One Earth Retreat Centre terdapat tugu memorial untuk mengenang beliau.
Bagaimana cara untuk membangkitkan jiwa kepahlawanan dalam diri kita. Itu menjadi masalah utama bukan Cuma di Indonesia tapi di seluruh dunia. Seperti yang dikatakan sekjen PBB bahwa kita telah kehilangan jiwa alturisme.
Jiwa alturisme ini yang pernah di bangsa kita, di mana-mana, namun kini hilang karena pengaruh materi yang luar biasa.
Jiwa kepahlawanan ini berkaitan langsung dengan jiwa tanpa pamrih.
Bagi orang tua merupakan tantangan bila mana anak-anaknya menganggap mereka sebagai pahlawan. Pantas atau tidak bila anak-anak menyebut mereka pahlawan. Apakah kita sebagai orang tua membesarkan anak-anak tidak memiliki harapan juga?
Bila kita memiliki harapan berarti kita sebagai orang tua belum cukup pahlawan meskipun anak-anak menganggap kita sebagai pahlawan.
Pahlawan tanpa tanda jasa adalah guru. Guru bukan hanya di sekolah saja, di mana-mana ada guru.
Saya pernah bertemu dengan seseorang yang mempunyai ibu yang berjualan di pasar, di Solo. Ibunya berjualan makanan di pasar itu dan suatu ketika anaknya mengatakan supaya ibunya itu tidak perlu berjualan lagi karena ia sudah mempunyai uang. Ia mengajak ibunya tersebut tinggal di Jakarta.
Ibunya tersebut berkata bahwa ia tidak berjualan, banyak orang yang di pasar tidak punya makanan. Ia berjualan nasi bungkus yang murah sekali di pasar tersebut. Sering kali ia nombok untuk berjualan itu namun itulah kebahagiaan bagi dia. Ia berbagi makanan yang ia masak sendiri dengan orang-orang yang tidak punya.
Itulah jiwa kepahlawanan.
Sebetulnya yang diekspos adalah pengusaha bangsa, dan yang tidak terekspos itu banyak merupakan pahlawan. Tapi memang di dalam diri anak-anak muda kita, jiwa alturisme itu harus ditanam dan dibina terus.
Sistem pendidikan kita harus diubah, bukan hanya direformasi tapi direvolusi. California menggunakan kurikulum di Singapura. Nah, kurikulum di Singapura itu tidak cocok dengan sistem kita.
Sebetulnya kita sudah punya sistem pendidikan yang begitu bagus yang pondasinya diletakkan oleh KH. Dewantara, tetapi itu tidak dipakai. Itulah kacaunya, sudah punya sistem pendidikan yang baik tapi tidak digunakan.
Seharusnya para guru adalah orang-orang yang sudah pensiun dari pekerjaannya dan menjadi guru sehingga sudah tidak mengejar materi dan bisa mengajar tanpa pamrih.
Jangan mencari pahlawan, tapi jadilah pahlawan. Dengan segala kekurangan kita, kita lakukan inventarisasi di mana kelebihan kita. Siapa pun bisa menjadi pahlawan di dalam bidangnya.
Bagaimana luar biasa bukan?
Semoga kita mendapatkan mutiara hikmah dari siaran talshow radio tersebut.
Mengupayakan Berkerja Sebagai Sebuah Persembahan
Buku “Karma Yoga Bagi Orang Modern Etos Kerja Transpersonal untuk Zaman Baru” karya Anand Kroishna tersbeut mengulas dengan detail bagaimana kita bisa mengupayakan bekerja sebagai sebuah persembahan.
Artinya, mempertahankan semangat melayani sesama sebagai bagian dari etos kerja kita. Mengutip beberapa ayat dari Bhagavad Gita (baca juga “Bhagavad Gita bagi Orang Modern” dan “The Gita of Management” oleh penulis yang sama), dalam membudayakan etos kerja transpersonal, “Sepi Ing Gawe Rame Ing Pamrih” pun terkandung penerapan Careful Management dan Compassionate Management.
Kita harus mengendalikan dan mengawasi setiap usaha kita. Apakah ada pihak atau lingkungan yang dikorbankan atau dirugikan atau tidak? Tidak bisa kita memproduksi barang yang merugikan kesehatan orang, lalu kemudian dari laba yang kita peroleh kita membangun Rumah Sakit.
Anand Krishna juga mengatakan bahwa menjadi insan tanpa pamrih merupakan agenda baru dalam penciptaan manusia. Oleh karena itu, menjadi baik sungguh butuh usaha dan kerja keras. Sehingga dengan upaya untuk menjadi tanpa pamrih ini, tidak akan ada lagi slogan SMS (Susah Melihat orang lain Senang dan Senang Melihat orang lain Susah)